Selasa, 13 April 2010

Dewasa

                                        

Tidak sadar atau bahkan lalai akan penciptaanNya, manusia kini telah menjadi sesosok jiwa yang disegani diseantero alam semesta. Berbagai fase pembentukan dirinya telah ia lewati dengan mantap. Seperti yang dinukilkan dalam salah satu hadist Arbain An-nawawi yang ke-4 tentang asal-usul manusia.

Abu Abdurrahman Abdullah Bin Mas’ud berkata :” Bahwa Rasululloh saw telah bersabda dan beliaulah yang selalu benar dan yang dibenarkan.

“ Sesungguhnya tiap ornag diantara kamu dikumpulkan pembentukannya (kejadiannya) di dalam rahim ibunya dalam 40 hari berupa nutfah kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari, kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging, selama iu juga, kemudian diutuskan kepadanya Malaikat, maka ia meniupkan ruh padanya dan diperintahkan (untuk menulis) 4 perkara : 1. Ditentukan rejekinya, 2. Ajalnya 3. Amalnya (pekerjaannya), 4. Ia celaka atau bahagia.”

Tahap pembentukan manusia yang lumayan kompleks untuk menjadi sesosok bayi dan penerus peradapan. Beranjak dewasa menjadi sebuah jiwa yang peka sosial, pencetak peradaban, dan bahkan sebaliknya perusak peradaban dan sampah masyarakat. Dewasa, dimaknai dengan 2 makna, dewasa jasadi dan dewasa aqli. Dewasa jasadi menitikberatkan pada kedewasaan usia, sedangkan dewasa aqli lebih dititikberatkan pada kedewasaan berpikir.

Kata orang, dewasa adalah suatu pilihan. Apakah ini mutlak benar. Ketika seseorang memutuskan untuk menjalani hidup sebagai seorang yang dewasa,akhirnya ia harus melihat konsekuensi yang akan dihadapinya.

Dewasa, unreal variabel dalam pemaknaan tiap orang tidak bisa diukur tingkat kedewasaannya berdasarkan satu sudut pandang saja. Dari serentetan peristiwa yang ia alami selama sehari besamanya, bukan tolak ukur kedewasaan seseorang.

Sekali lagi kedewasaan sangatlah nisbi ukurannya. Sebenernya tolak ukur kedewasaan lebih dititik beratkan pada bagaimana seseorang lihai menghadapi permasalahan hidup, tentu saja dengan gaya pemikiran yang khas dan bijak. Kadang, dewasa salah diartikan sebagai sedikitnya sikap seseorang yang tenang, diam, dan tenggelam. Berkaca dari kalimat tersebut, bagaimana ia sikap dewasa itu berada pada seseorang yang mempunyai temperamen aktif dan ceria. Tentu saja itu tidaklah benar adanya. Sesorang yang mempunyai sikap kekanak-kanakan misalnya sering lonjak-lonjak belum tentu orang itu tidak dewasa. Boleh jadi, ia lebih dewasa menyikapi masalah daripada orang yang pendiam dan nonaktif person. Sulit memang, mendeteksinya.



Banyak ternyata definisi ’dewasa’ ini, mungkin sangat kompleks hingga timbul definisi baru, dewasa tidak tergantung usia. Ya, saya sepenuhnya sangat setuju dengan ini. Ada juga cara untuk meng-upgrade kedewasaan seseorang, seperti di lansir dari pendapat Ika seorang pelajar SMU mengatakan bahwa, ” Berteman dan saling berbagi dengan orang lain membuat saya semakin dewasa menyikapi hidup”. Berbeda lagi, dengan Roy pelajar SMU yang sama, ” Menurut saya, dewasa adalah kita bijak dalam segala permasalahan, klo sekarang ya pacar-lah yang membuat saya dewasa ”. Ups, pacaran !!!???. Wahyu, mahasiswa Kimia UGM juga turut andil dalam pembicaraan ini menambahkan ” Berorganisasi akan bisa menambah pola kedewasaan kita.”

Terlepas dari melihat potret remaja kita, dewasa diperlukan proses, dan proses akan lebih cepat terjadi jika interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Seperti yang dikatakan wahyu, berorganisasi sebagai alternatif yang paling efisien, karena disini ia akan berproses mengelola emosi, ketenangan berpikir, dan serentetan manfaat yang lain. Dewasa butuh proses.

Dewasa adalah pilihan, sedang tua adalah kepastian, tapi yakinlah kedewasaan adalah kebutuhan, bukan paksaan dan keharusan. Jalani saja hidup ini, memaksakan diri berperilaku dewasa sangat tidak mengenakkan, tapi apa harus ditinggalkan. Nikmati saja hidup ini… jangan dipaksa kalau memang tidak bisa, tetapi untuk sebuah kebutuhan harus ada pemaksaan disana jika ingin kebutuhan itu cepat terpenuhi. Teringta, akan tausiyah pak Basuki Abdurrahman kemaren pas acara mabit refleksi tahun baru 1 Muharram 1427 H, sebuah beban harus bisa dikondisikan menjadi kewajiban, kewajiban harus bisa dikondisikan sebagai kebutuhan, kebutuhan bisa dikondisikan sebagai kesyukuran, dan kesyukuran harus bisa dikondisikan menjadi sebuah kecintaan. Dan kecintaan akan melahirkan sesuatu kenyamanan.

So Teropong kedewasaan sangat perlu kita ciptakan, lewat berbagai diskusi dan komunikasi. Pastikan diri kita melangkah menjadi lebih dewasa tanpa lupa dengan koridor yang ada, Qur’an dan Sunnah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar