Sabtu, 17 April 2010

DOA

Di dalam kesibukan menjalankan pekerjaan harian, kita kadangkala terasa payah melakukan sesuatu. Bagaimanapun, kita selalu terlupa Allah subhana wa ta'ala berada di samping kita dan telah berjanji akan memudahkan hidup kita jika kita memintanya. Di dalam surah Al-Mukmin ayat 60, Allah menjelaskan:



Berdoalah kepada Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina!
Doa dalam bahasa arab, berasal dari kata ( دَعَا - يَدْعُو - دَعْوَة ) yang bererti, memanggil, memohon atau meminta. Orang yang berdoa artinya orang yang mengajukan permohonan kepada Allah tentang kebaikan diri, keluarga dan harta benda,urusan dunia, agama dan akhirat. Meminta turunnya rahmat dan terhindar dari bencana.

Di dalam Al-Quran kata-kata doa banyak kita temukan dalam beberapa ayat dan surah, mempunyai beberapa arti yang berbeda kandungan dan makna dari ayat-ayatnya dengan perbedaan susunan kalimat-kalimatnya pula.
Contohnya:


a. Doa yang berarti ibadah atau menyembah. Sebagaimana firman Allah:


Dan jangan kamu berdoa (menyembah) selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadamu...
(Surah Yunus ayat 106)
b. Doa yang berarti Istighathah (meminta tolong). Seperti Firman Allah:
...dan minta tolonglah kepada saksi-saksimu (sekutu-sekutumu) selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.
(Surah Al-Baqarah ayat 23)
c. Doa yang berarti As-Sual (memohon), Seperti Firman Allah:
...mintalah kepadaKu, akan Ku perkenankan pintamu...
(Surah Al-Mukmin ayat 60)
d. Doa yang berarti An-Nidaa' (panggilan). Seperti Firman Allah:
Iaitu pada hari DIa memanggil kamu...
(Surah Al-Isra' ayat 52)
e. Doa yang berarti Ath-Thana' (pujian). Seperti Firman Allah:
Katakanlah Pujilah Allah atau Pujilah Ar-Rahman...
(Surah Al-Isra' ayat 110)
f. Doa yang berarti Al-Qaul (ucapan). Seperti Firman Allah:
Ucapan mereka di dalamnya ialah: Maha Suci Ya Allah...
(Surah Yunus ayat 10)

Sebab kerasnya Hati







Sebab-sebab kerasnya hati :

1. Ketergantungan Hati kepada Dunia serta Melupakan Akhirat Kalau hati sudah keterlaluan mencintai dunia melebihi akhirat, maka hati tergantung terhadapnya, sehingga lambat laun keimanan menjadi lemah dan akhirnya merasa berat untuk menjalankan ibadah.

2. Lalai
Hatinya lalai mengingat maut, maka jadilah dia orang yang panjang angan-angan.
Lalai merupakan penyakit yang berbahaya apabila telah menjalar di dalam hati dan bersarang di dalam jiwa. Karena akan berakibat anggota badan saling mendukung untuk menutup pintu hidayah, sehingga hati akhirnya menjadi terkunci
Allah berfirman, "Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itu lah orang-orang yang lalai" (QS.16:108)
"Allah Subhannahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang yang lalai adalah mereka yang memiliki hati keras membatu, tidak mau lembut dan lunak, tidak mempan dengan berbagai nasehat"Dia bagai batu atau bahkan lebih keras lagi, karena mereka punya mata, namun tak mampu melihat kebenaran dan hakikat setiap perkara"

3. Kawan yang buruk
Ini juga merupakan salah satu sebab terbesar yang mempengaruhi kerasnya hati seseorang. Orang yang hidupnya di tengah gelombang kemaksiatan dan kemungkaran, bergaul dengan manusia yang banyak berkubang dalam "bergaul dengan manusia yang banyak berkubang dalam dosa" dalam tanda kutip

4. Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran.Dosa merupakan penghalang seseorang untuk sampai kepada Allah Ia merupakan pembegal perjalanan menuju kepada-Nya serta membalikkan arah perjalanan yang lurus. Kemaksiatan meskipun kecil, terkadang memicu terjadinya bentuk kemaksiatan lain yang lebih besar dari yang pertama. Maka melemahlah kebesaran dan keagungan Allah di dalam hati, dan melemah pula jalannya hati menuju Allah dan kampung akhiratmustoyo (2:24:56 PM): sehingga menjadi terhalang dan bahkan terhenti tak mampu lagi bergerak menuju 4JJI.

5. Melupakan Maut, Sakarat, Kubur dan Kedahsyatannya.
yg ke 5 melupakan maut, Sakarat, Kubur dan Kedahsyatannya. termasuk seluruh perkara akhirat baik berupa adzab, nikmat, timbangan amal, mahsyar, shirath, Surga dan Neraka, semua telah hilang dari ingatan dan hatinya yang terakhir

6. melakukan Perusakan Hati
Yang merusak hati sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim ada lima perkara, yaitu banyak bergaul dengan sembarang orang, panjang angan-angan, bergantung kepada selain Allah, berlebihan makan dan berlebihan tidur.

Selasa, 13 April 2010

Dewasa

                                        

Tidak sadar atau bahkan lalai akan penciptaanNya, manusia kini telah menjadi sesosok jiwa yang disegani diseantero alam semesta. Berbagai fase pembentukan dirinya telah ia lewati dengan mantap. Seperti yang dinukilkan dalam salah satu hadist Arbain An-nawawi yang ke-4 tentang asal-usul manusia.

Abu Abdurrahman Abdullah Bin Mas’ud berkata :” Bahwa Rasululloh saw telah bersabda dan beliaulah yang selalu benar dan yang dibenarkan.

“ Sesungguhnya tiap ornag diantara kamu dikumpulkan pembentukannya (kejadiannya) di dalam rahim ibunya dalam 40 hari berupa nutfah kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari, kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging, selama iu juga, kemudian diutuskan kepadanya Malaikat, maka ia meniupkan ruh padanya dan diperintahkan (untuk menulis) 4 perkara : 1. Ditentukan rejekinya, 2. Ajalnya 3. Amalnya (pekerjaannya), 4. Ia celaka atau bahagia.”

Tahap pembentukan manusia yang lumayan kompleks untuk menjadi sesosok bayi dan penerus peradapan. Beranjak dewasa menjadi sebuah jiwa yang peka sosial, pencetak peradaban, dan bahkan sebaliknya perusak peradaban dan sampah masyarakat. Dewasa, dimaknai dengan 2 makna, dewasa jasadi dan dewasa aqli. Dewasa jasadi menitikberatkan pada kedewasaan usia, sedangkan dewasa aqli lebih dititikberatkan pada kedewasaan berpikir.

Kata orang, dewasa adalah suatu pilihan. Apakah ini mutlak benar. Ketika seseorang memutuskan untuk menjalani hidup sebagai seorang yang dewasa,akhirnya ia harus melihat konsekuensi yang akan dihadapinya.

Dewasa, unreal variabel dalam pemaknaan tiap orang tidak bisa diukur tingkat kedewasaannya berdasarkan satu sudut pandang saja. Dari serentetan peristiwa yang ia alami selama sehari besamanya, bukan tolak ukur kedewasaan seseorang.

Sekali lagi kedewasaan sangatlah nisbi ukurannya. Sebenernya tolak ukur kedewasaan lebih dititik beratkan pada bagaimana seseorang lihai menghadapi permasalahan hidup, tentu saja dengan gaya pemikiran yang khas dan bijak. Kadang, dewasa salah diartikan sebagai sedikitnya sikap seseorang yang tenang, diam, dan tenggelam. Berkaca dari kalimat tersebut, bagaimana ia sikap dewasa itu berada pada seseorang yang mempunyai temperamen aktif dan ceria. Tentu saja itu tidaklah benar adanya. Sesorang yang mempunyai sikap kekanak-kanakan misalnya sering lonjak-lonjak belum tentu orang itu tidak dewasa. Boleh jadi, ia lebih dewasa menyikapi masalah daripada orang yang pendiam dan nonaktif person. Sulit memang, mendeteksinya.



Banyak ternyata definisi ’dewasa’ ini, mungkin sangat kompleks hingga timbul definisi baru, dewasa tidak tergantung usia. Ya, saya sepenuhnya sangat setuju dengan ini. Ada juga cara untuk meng-upgrade kedewasaan seseorang, seperti di lansir dari pendapat Ika seorang pelajar SMU mengatakan bahwa, ” Berteman dan saling berbagi dengan orang lain membuat saya semakin dewasa menyikapi hidup”. Berbeda lagi, dengan Roy pelajar SMU yang sama, ” Menurut saya, dewasa adalah kita bijak dalam segala permasalahan, klo sekarang ya pacar-lah yang membuat saya dewasa ”. Ups, pacaran !!!???. Wahyu, mahasiswa Kimia UGM juga turut andil dalam pembicaraan ini menambahkan ” Berorganisasi akan bisa menambah pola kedewasaan kita.”

Terlepas dari melihat potret remaja kita, dewasa diperlukan proses, dan proses akan lebih cepat terjadi jika interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Seperti yang dikatakan wahyu, berorganisasi sebagai alternatif yang paling efisien, karena disini ia akan berproses mengelola emosi, ketenangan berpikir, dan serentetan manfaat yang lain. Dewasa butuh proses.

Dewasa adalah pilihan, sedang tua adalah kepastian, tapi yakinlah kedewasaan adalah kebutuhan, bukan paksaan dan keharusan. Jalani saja hidup ini, memaksakan diri berperilaku dewasa sangat tidak mengenakkan, tapi apa harus ditinggalkan. Nikmati saja hidup ini… jangan dipaksa kalau memang tidak bisa, tetapi untuk sebuah kebutuhan harus ada pemaksaan disana jika ingin kebutuhan itu cepat terpenuhi. Teringta, akan tausiyah pak Basuki Abdurrahman kemaren pas acara mabit refleksi tahun baru 1 Muharram 1427 H, sebuah beban harus bisa dikondisikan menjadi kewajiban, kewajiban harus bisa dikondisikan sebagai kebutuhan, kebutuhan bisa dikondisikan sebagai kesyukuran, dan kesyukuran harus bisa dikondisikan menjadi sebuah kecintaan. Dan kecintaan akan melahirkan sesuatu kenyamanan.

So Teropong kedewasaan sangat perlu kita ciptakan, lewat berbagai diskusi dan komunikasi. Pastikan diri kita melangkah menjadi lebih dewasa tanpa lupa dengan koridor yang ada, Qur’an dan Sunnah.


Sabtu, 10 April 2010

MANISNYA IMAN

Seseorang akan merasakan manisnya iman bermula manakala di dalam hatinya terdapat rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya, manisnya akan semakin dirasakan bila seseorang berusaha untuk senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah, memperbanyak cabang-cabangnya (amalan yang dicintai Allah swt.) dan menangkis hal-hal yang bertentangan dengan kecintaan Allah swt.

Apa buktinya bila seseorang telah merasakan manisnya Iman?

Buktinya, ia akan selalu mengutamakan kecintaanya kepada Allah daripada mementingkan kesenangan dan kemegahan dunia, seperti bersenang-senang dengan keluarga, lebih senang tinggal di rumah ketimbang merespon seruan dakwah dan asyik dengan bisnisnya tanpa ada kontribusi sedikitpun terhadap kegiatan jihad di jalan Allah swt. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah : 24

“Katakanlah: “Jika bapa-bapak, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Memprioritaskan kecintaan kepada Allah akan melahirkan perasaan ridha

Bila seseorang senantiasa mengutamakan kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya, daripada kepentingan dirinya sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai din-nya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Keridhaannya itu dibuktikan dengan selalu menghadiri halaqahnya, terlibat dengan kegiatan dakwah di lingkungannya dan menginfakkan sebagian harta dan waktunya untuk kemaslahatan tegaknya agama Allah swt.

Apa yang dirasakan oleh seseorang bila ia telah ridha terhadap Allah, agama dan Rasulnya?

Pertama, Ia akan merasakan “Istildzadz at-Thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah swt., baik dalam shalatnya, tilawah Qur’annya, pakaian dan pergaulan islaminya, perkumpulannya dengan orang-orang shaleh dan keterlibatannya dalam barisan dakwah

Kedua, Ia juga akan merasakan “Istildzadz al-masyaqat”, lezatnya menghadapi berbagai kesulitan dan kesusahan dalam berdakwah. Kelelahan, keletihan, dan hal-hal yang menyakiti perasaannya akibat celaan orang karena menjalankan syariat Islam, atau bahkan mencederai fisiknya, semua itu semakin membuatnya nikmat dalam berdakwah. Semua inilah yang akan senantiasa melahirkan manisnya Iman.

“Istildzaadz at-thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah ditunjukan oleh wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun wahyu yang memerintahkan mereka untuk berhijab dan menutrup auratnya, mereka langsung meresponnya dengan senang hati dan lapang dada, tanpa merasa berat sedikitpun. Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini berkata :


“Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat “hendaknya mereka mengenakan kain panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,” mereka memotong kain-kain mereka, lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup kepalanya

Minggu, 04 April 2010

Jebakan Syetan

-->

Engkau mesti berhati-hati dengan jebakan setan. Setan suka mendorong dirimu untuk berniat melakukan amal saleh. Namun, dia berusaha menghalangimu untuk melaksanakannya secara nyata. Setan mengetahu bahwa jika orang Mukmin melakukan amal saleh, dia mendapat pahala berlipat. Sebab niat melakukan amal salehnya dihitung sebagai satu kebaikan. Karena itu setan tidak rela melihat orang Mukmin mendapat dua pahala sekaligus. Engkau jangan terjebak dalam pelamunan. Pelamunan hanyalah angan-angan melakukan kebaikan tanpa dibarengi dengan tekat untuk melaksanakannya. Niat yang dihitung sebagai kebaikan adalah niat yang dilaksanakn secara nyata dan niat yang terhalang suatu uzur ketika engkau hendak melaksanaknnaya ( Tsabit Al-Bannani )