Kejadian ini sudah seringkali aku lihat, selesai
sholat berjama’ah ada seseorang (katakanlah A) dg tenangnya berjalan (dari arah shaf depan) di
depan orang yg
sholat (katakan si B, yg kebetulan ketinggalan menjadi ma’mum), hanya karena si A merasa ibadahnya sudah selesai dan ingin segera keluar.
Tindakan yg aku lihat tidak hanya seperti di atas. Di lain kesempatan, aku juga saksikan si C dg tenangnya melewati pundak si D yg sedang tahiyyat akhir hanya karena ingin bisa keluar dari mushola/masjid.
Saudara-saudaraku para pembaca blog ini, TINDAKAN A DAN C INI JANGAN DITIRU!!!
Rasululloh SAW mengecam dengan keras orang2 yg lewat di
depan orang yg sedang
sholat! Bahkan beliau menyatakan bahwa TINDAKAN/PERBUATAN
LEWAT DI
DEPAN ORANG YG
SHOLAT ADALAH PERBUATAN DOSA, sebagaimana riwayat berikut,
Busr bin Abi Sa’id mengatakan bahwa Zaid bin Khalid menyuruhnya menemui Abu Juhaim. Ia perlu menanyakan kepadanya, apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah mengenai orang yang berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan shalat. Kemudian Abu Juhaim berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Seandainya orang yang lewat di muka orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa yang dibebankan kepadanya, niscaya ia berdiri empat puluh lebih baik daripada ia lewat di depannya.”‘ Abu Nadhar (perawi) berkata, “Saya tidak mengetahui, apakah beliau bersabda empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun.”
Dari pernyataan Rasululloh SAW di atas nyatalah bahwa lebih baik kita menunggu
orang tersebut selesai
sholat sebelum kita akhirnya
lewat di depannya! Bahkan menunggu hingga empat puluh hari, empat puluh bulan, bahkan hingga empat puluh tahun jauuuh lebih baik dan lebih utama!
Mengapa Rasululloh SAW demikian peduli dan memperhatikan hal ini?
Saudara-saudaraku, ALLOH SWT (melalui Rasul-Nya) menetapkan
sholat sebagai
rukun Islam no 2 jelas bukan tanpa alasan. Dalam
sholat terdapat PERTEMUAN KHUSUS (PRIBADI) antara seorang hamba dengan Sang Khalik. Bagaimana seorang manusia yg lemah, dhaif telah mengkhususkan waktu dan tempat untuk bertemu dan berdialog serta mengadu dan berserah kepada-Nya. Maka ALLOH SWT (melalui Rasul-Nya) melarang
orang lain untuk mengganggu pertemuan tersebut.
Bisa dianalogikan, kita bertemu dengan pejabat penting, lalu tiba-tiba ada
orang lain dengan seenaknya
lewat di antara kita dan pejabat tersebut. Jelas kita akan marah karena pertemuan kita terganggu oleh tindakan ’selonong boy’ tersebut.
Jika kita saja tidak suka pertemuan kita dengan pejabat penting saja diganggu, mengapa kita tidak bisa ‘marah’ apabila pertemuan kita dengan ALLOH SWT diganggu?